Hari itu datang. Pukul
18.30 yang dijanjikannya tiba. Febian datang menjemput Adila. Dan lagi canggung
membuatnya kaku. Seperti terjebak oleh zona waktu dalam situasi yang tidak bisa
diartikan sepenuhnya. Harus bahagiakah karna ini adalah bonus? Atau penyesalan
karna ia telah mengartikan arti persahabatan ke dalam bentuk lain yang bisa dikatakan
mementingkan keegoisan?? Egois telah memiliki perasaan seperti itu.
Perlakuan Febian kepada
Adila akhir-akhir ini memang sulit dipercaya. Itulah yang membuat Adila menjadi
berharap. Hanya perasaan Adila saja kah atau memang benar adanya. Seperti
hari-hari kemarin yang selalu membahas persoalan sosial, kini, pembicaraan itu
teralihkan ke halaman pribadi. Cerita tentang mereka. Febian dan Adila. Atau
sekali lagi Adila yang salah mengartikan situasi seperti itu?? Aahh entahlah...
Dengan senyum yang
biasa Adila lihat, Febian mempersilahkan Adila untuk duduk dibelakangnya.
Senyum itu menghantarkan energi yang seketika menjalar ke tubuhnya. Mungkin
Adila terlihat baik-baik saja dengan keadaan seperti sekarang. Tapi dalam hatinya
lain. Ibarat gunung berapi yang mulai memasuki kondisi siaga 3. Ya, bisa
diibaratkan seperti itu.
Stay
cool Adila. Bisiknya dengan menarik nafas panjang.
“Lama menunggu kah??”
Febian mengawali pembicaraan.
“Tidak. Hanya 5 menit
sebelum kamu datang kesini.”
“Aku datang tepat waktu
bukan. Tidak kurang dan tidak lebih dari 18.30.”
“Aha. Dan aku sengaja
memberikan tenggang waktu 5 menit untuk menunggu.” Adila menjawab dengan muka malu.
Senja baru saja turun
dan tergantikan oleh malam yang masih muda. Langit memang sedikit berawan. Separuh
bulan pun nampak samar terlihat. Namun, malam ini bintang masih mau tersenyum padaku.
Sepanjang jalan cerita terus
mengalir. Walaupun sesekali hening mengunci mereka.
“Mata mu nampak layu.
Sepertinya kau sudah lelah hari ini.”
“Sepertinya ini efek
dari angin.”
“Memangnya kenapa
dengan angin?”
“Mereka terlalu ribut
mengacau malam ini.”
Febian tertawa.
“Tenanglah. Aku tak akan membiarkan angin mengacaukannya. Pakailah jaket mu.”
“Aku belum merasa
dingin sekarang.”
“Jangan menunggu dingin
menghampiri. Pakailah.”
Adila terdiam.
“Apa kau menunggu seseorang melepas jaketnya untuk kemudian memakaikannya untuk mu?”
“Aah tidak. Baik lah
baik. Aku tak mau seseorang berkorban untuk keegoisan ku.” Adila memakai
jaketnya. “Bian, ada apa dengan mu akhir-akhir ini? Kau nampak berubah?”
“Berubah ke arah yang
mana?”
“Kau semakin
menampakkan kepedulian mu terhadap ku.”
“Lalu?” Lanjut Febian.
“Itu membuat banyak
pertanyaan dalam pikiran ku.”
“Salah satu
pertanyaannya?”
“Harus kah aku
mengatakannya? Mungkin itu akan membuatku malu untuk menatap wajahmu.”
“Kalau begitu,
janganlah.”
“Untuk itu bisa kah kau
memberi penjelasan atas ini?”
“Perlukah aku
menjelaskannya?”
Adila kembali membisu. Ia membuang nafas
kekecewaan.
3 comments:
seandainya dia ungkapkan saat itu mungkin kau tak akan membuang nafas kecewa.
Kau hanya akan merasakan nafas lega.
segera tayang nonton part 3 :) ...
crita selajutnya buber + sekaten kan.
fokus kp dlu ummu :p
Nonton part 3 segera tayang....?
crita selajutnya buber+sekaten :) kan
fokus KP dlu ya ummu :p
Post a Comment