Pertunjukan telah usai. Layar berukuran ekstra lebar yang membelalakkan mata itu mulai
terlihat samar-samar melenyap. Lampu-lampu yang semula menidurkan diri, kini membuka mata untuk menemani langkah-langkah pengunjung keluar dari ruangan. Dan
deret-deret kursi terlihat kosong ditinggalkan.
“Apa kometarmu mengenai
film ini?” Tanya Febian.
“Ada sedikit bagian
yang aku tidak suka.”
“Bagian mana?”
“Ketidaksetiaan itu.
Aku membencinya.” Tukas Adila.
Malam semakin malam.
Gedung mulai terlihat sepi. Barisan manusia yang berjalan beriringan keluar
dari gedung, terlihat membubarkan diri. Mereka menuju lokasi parkir kendaraan. Febian,
Adila dan rekan mereka.
“Ini sudah larut.
Sebaiknya kita segera pulang.” Tutur Febian.
Malam
jangan berlalu. Aku masih ingin bersamanya. Biarkan pagi datang, setelah aku
memanggilnya.
“Ada yang bawa pena?”
“Ada. Untuk apa Dila?”
Alvin menanyakannya.
“Untuk sesuatu hal.
Boleh aku meminjamnya?”
Alvin mengeluarkan pena
dan memberikan pada Adila dengan raut muka penuh tanda tanya.
Mereka berlalu meninggalkan
gedung yang mulai gelap itu.
“Apa yang akan kau
lakukan dengan pena itu?” Febian membuka suara.
“Menurutmu untuk apa?”
“Entahlah. Karena aku
tak tahu maka dari itu aku menanyakan padamu.”
Roda dua yang mereka
kendarai melaju dengan cepat. Menghindari malam yang semakin pekat. Bahkan angin
bertiup semakin menusuk. Adila menuangkan beberapa goresan pena dalam kertas
tiket tersebut. Rambu-rambu merah membuat mereka terpaksa berhenti.
“Maukah kamu menyumbang
sebuah tanda tangan Bian?” Adila memberikan tiket itu pada nya. “Tanda
tanganlah disamping namamu.”
Febian menerima kertas
itu dan menandatanganinya. “Apa ini sebagai tanda hitam diatas putih bahwa ini
hari first date kita? Bisa dibilang
seperti itu.”
“Ya. Tentu.”
“Kalau begitu, simpan
lah Dila.”
Febian mengantar Adila
kembali ke rumahnya.
“Beristirahatlah Adila.
Terima kasih untuk waktunya. Sampai jumpa lagi besok.”
Lambain tangan itu
mengiri perpisahan mereka. Pertemuan singkat dalam penantian.
13 comments:
Dan febian menyadari , tiket itupun teryata terpajang dikamarnya adila.
Febian tersenyum dan trlihat raut muka bhgia di wajahnya. ;)
Jika kau bahagia, akupun begitu :)
semoga kebahgian yang kalian terus berlanjut...dan tak terhenti...
tidak lain dan tidak bukan. Tryata Qt sama2 salig bahgia adilaa.. bukankah bgitu..? (Trseyum :) )
Ada febian. Dan febian khayalan itu menjadi nyata sekarang..... :)
yeyeyeyeyeeee....alvin datang membawa sejuta cinta :D
Febian kan sllu ada dan trsenyum buat u adila , sungguh... ;)
Nanda : yaaaahhh nanda datang. kaburr aahhh
Febian : waaaahhh adila digombalin.
Bukan gombal tp real itu adila.
Hri ini susah bgt hub U adila.
Dri wa line fb . Hhe.
Inikah dunia maya qt..
Ada alvin :p myigkir yuuk hhe
Dalam perjalanan pulang febian tersenyum bahagia, dan terus memikirkan adila. Tanpa sadar ia menerobos lampu merah, karena sedang membayangkan senyum bahagia adila.
Dari arah kanan terdengar suara klakson bis yang melaju kencang. Kaget, febianpun tak kuasa mengendalikan kendaraannya.
Saat membuka mata ia sudah berada di dalam ambulans, melihat wajah panik dari petugas rumahsakit.
Saat itu yang ia pikirkan hanya reaksi adila ketika tahu keadaannya.
Hal itu menjadi hal terakhir yang febian pikirkan.
Cinta seorang seniman itu melebihi cintanya fabian :D dia bernyanyi untuk membuatmu bahagia,,
Post a Comment