Tiket Nonton (Part 3)

Pertunjukan telah usai. Layar berukuran ekstra lebar yang membelalakkan mata itu mulai terlihat samar-samar melenyap. Lampu-lampu yang semula menidurkan diri, kini membuka mata untuk menemani langkah-langkah pengunjung keluar dari ruangan. Dan deret-deret kursi terlihat kosong ditinggalkan.

“Apa kometarmu mengenai film ini?” Tanya Febian.
“Ada sedikit bagian yang aku tidak suka.”
“Bagian mana?”
“Ketidaksetiaan itu. Aku membencinya.” Tukas Adila.

Malam semakin malam. Gedung mulai terlihat sepi. Barisan manusia yang berjalan beriringan keluar dari gedung, terlihat membubarkan diri. Mereka menuju lokasi parkir kendaraan. Febian, Adila dan rekan mereka.

“Ini sudah larut. Sebaiknya kita segera pulang.” Tutur Febian.

Malam jangan berlalu. Aku masih ingin bersamanya. Biarkan pagi datang, setelah aku memanggilnya.

“Ada yang bawa pena?”
“Ada. Untuk apa Dila?” Alvin menanyakannya.
“Untuk sesuatu hal. Boleh aku meminjamnya?”
Alvin mengeluarkan pena dan memberikan pada Adila dengan raut muka penuh tanda tanya.

Mereka berlalu meninggalkan gedung yang mulai gelap itu.

“Apa yang akan kau lakukan dengan pena itu?” Febian membuka suara.
“Menurutmu untuk apa?”
“Entahlah. Karena aku tak tahu maka dari itu aku menanyakan padamu.”

Roda dua yang mereka kendarai melaju dengan cepat. Menghindari malam yang semakin pekat. Bahkan angin bertiup semakin menusuk. Adila menuangkan beberapa goresan pena dalam kertas tiket tersebut. Rambu-rambu merah membuat mereka terpaksa berhenti.

“Maukah kamu menyumbang sebuah tanda tangan Bian?” Adila memberikan tiket itu pada nya. “Tanda tanganlah disamping namamu.”
Febian menerima kertas itu dan menandatanganinya. “Apa ini sebagai tanda hitam diatas putih bahwa ini hari first date kita? Bisa  dibilang seperti itu.”
“Ya. Tentu.”
“Kalau begitu, simpan lah Dila.”
Febian mengantar Adila kembali ke rumahnya.
“Beristirahatlah Adila. Terima kasih untuk waktunya. Sampai jumpa lagi besok.”

Lambain tangan itu mengiri perpisahan mereka. Pertemuan singkat dalam penantian.

13 comments:

Anonymous said...

Dan febian menyadari , tiket itupun teryata terpajang dikamarnya adila.

Febian tersenyum dan trlihat raut muka bhgia di wajahnya. ;)

tulisanummu.blogspot.com said...

Jika kau bahagia, akupun begitu :)

Anonymous said...

semoga kebahgian yang kalian terus berlanjut...dan tak terhenti...

febian said...

tidak lain dan tidak bukan. Tryata Qt sama2 salig bahgia adilaa.. bukankah bgitu..? (Trseyum :) )

tulisanummu.blogspot.com said...

Ada febian. Dan febian khayalan itu menjadi nyata sekarang..... :)

Unknown said...

yeyeyeyeyeeee....alvin datang membawa sejuta cinta :D

febian said...

Febian kan sllu ada dan trsenyum buat u adila , sungguh... ;)

tulisanummu.blogspot.com said...

Nanda : yaaaahhh nanda datang. kaburr aahhh

tulisanummu.blogspot.com said...

Febian : waaaahhh adila digombalin.

febian said...

Bukan gombal tp real itu adila.
Hri ini susah bgt hub U adila.
Dri wa line fb . Hhe.

Inikah dunia maya qt..
Ada alvin :p myigkir yuuk hhe

Eko Budiyanto said...

Dalam perjalanan pulang febian tersenyum bahagia, dan terus memikirkan adila. Tanpa sadar ia menerobos lampu merah, karena sedang membayangkan senyum bahagia adila.
Dari arah kanan terdengar suara klakson bis yang melaju kencang. Kaget, febianpun tak kuasa mengendalikan kendaraannya.
Saat membuka mata ia sudah berada di dalam ambulans, melihat wajah panik dari petugas rumahsakit.
Saat itu yang ia pikirkan hanya reaksi adila ketika tahu keadaannya.
Hal itu menjadi hal terakhir yang febian pikirkan.

Eko Budiyanto said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

Cinta seorang seniman itu melebihi cintanya fabian :D dia bernyanyi untuk membuatmu bahagia,,