Tiket Nonton (Part 2)


Hari itu datang. Pukul 18.30 yang dijanjikannya tiba. Febian datang menjemput Adila. Dan lagi canggung membuatnya kaku. Seperti terjebak oleh zona waktu dalam situasi yang tidak bisa diartikan sepenuhnya. Harus bahagiakah karna ini adalah bonus? Atau penyesalan karna ia telah mengartikan arti persahabatan ke dalam bentuk lain yang bisa dikatakan mementingkan keegoisan?? Egois telah memiliki perasaan seperti itu.

Perlakuan Febian kepada Adila akhir-akhir ini memang sulit dipercaya. Itulah yang membuat Adila menjadi berharap. Hanya perasaan Adila saja kah atau memang benar adanya. Seperti hari-hari kemarin yang selalu membahas persoalan sosial, kini, pembicaraan itu teralihkan ke halaman pribadi. Cerita tentang mereka. Febian dan Adila. Atau sekali lagi Adila yang salah mengartikan situasi seperti itu?? Aahh entahlah...

Dengan senyum yang biasa Adila lihat, Febian mempersilahkan Adila untuk duduk dibelakangnya. Senyum itu menghantarkan energi yang seketika menjalar ke tubuhnya. Mungkin Adila terlihat baik-baik saja dengan keadaan seperti sekarang. Tapi dalam hatinya lain. Ibarat gunung berapi yang mulai memasuki kondisi siaga 3. Ya, bisa diibaratkan seperti itu.

Stay cool Adila. Bisiknya dengan menarik nafas panjang.

“Lama menunggu kah??” Febian mengawali pembicaraan.
“Tidak. Hanya 5 menit sebelum kamu datang kesini.”
“Aku datang tepat waktu bukan. Tidak kurang dan tidak lebih dari 18.30.”
“Aha. Dan aku sengaja memberikan tenggang waktu 5 menit untuk menunggu.” Adila menjawab dengan muka malu.

Senja baru saja turun dan tergantikan oleh malam yang masih muda. Langit memang sedikit berawan. Separuh bulan pun nampak samar terlihat. Namun, malam ini bintang masih mau tersenyum padaku.

Sepanjang jalan cerita terus mengalir. Walaupun sesekali hening mengunci mereka.

“Mata mu nampak layu. Sepertinya kau sudah lelah hari ini.”
“Sepertinya ini efek dari angin.”
“Memangnya kenapa dengan angin?”
“Mereka terlalu ribut mengacau malam ini.”
Febian tertawa. “Tenanglah. Aku tak akan membiarkan angin mengacaukannya. Pakailah jaket mu.”
“Aku belum merasa dingin sekarang.”
“Jangan menunggu dingin menghampiri. Pakailah.”
Adila terdiam.
“Apa kau menunggu seseorang melepas jaketnya untuk kemudian memakaikannya untuk mu?”
“Aah tidak. Baik lah baik. Aku tak mau seseorang berkorban untuk keegoisan ku.” Adila memakai jaketnya. “Bian, ada apa dengan mu akhir-akhir ini? Kau nampak berubah?”
“Berubah ke arah yang mana?”
“Kau semakin menampakkan kepedulian mu terhadap ku.”
“Lalu?” Lanjut Febian.
“Itu membuat banyak pertanyaan dalam pikiran ku.”
“Salah satu pertanyaannya?”
“Harus kah aku mengatakannya? Mungkin itu akan membuatku malu untuk menatap wajahmu.”
“Kalau begitu, janganlah.”
“Untuk itu bisa kah kau memberi penjelasan atas ini?”
“Perlukah aku menjelaskannya?”

Adila kembali membisu. Ia membuang nafas kekecewaan.






3 comments:

Anonymous said...

seandainya dia ungkapkan saat itu mungkin kau tak akan membuang nafas kecewa.

Kau hanya akan merasakan nafas lega.

Anonymous said...

segera tayang nonton part 3 :) ...
crita selajutnya buber + sekaten kan.
fokus kp dlu ummu :p

Anonymous said...

Nonton part 3 segera tayang....?
crita selajutnya buber+sekaten :) kan
fokus KP dlu ya ummu :p