Kemunafikan. Siapa?

Aku kembali menjadi diriku yang paling kubenci. Untuk kesekian kalinya aku tersesat ditengah samudera. Dan lagi aku bimbang kemana aku harus melangkahkan kaki, kemana aku harus mencari daratan untuk meniti keinginan dan tujuan hidupku. Sebuah daratan yang penuh dengan aturan dan sanksi. Kenapa aku hanya mengangan-angankan itu semua dalam benakku namun tidak sesuai dengan tindakanku. Aku membodohi diriku dengan tipuan-tipuan duniawi. Aku menyeret kakiku sendiri kearah dimana batinku menjerit bila aku mendekatinya. Ooh Tuhan. Ada apa dengan diriku.
  
Aku menyadari kekeliruanku. Namun aku masih saja melangkah dijalan itu. Aku masih hidup dengan menirukan mereka (MEREKA YANG KEBARAT-BARATAN). Apakah aku harus bangga dengan hidup sebagai peniru??

Aku dibuat sulit untuk mengartikan antara cinta dan suka. Sayang dan rasa tak ingin kehilangan. Antara ketulusan dan kepedulian. Keinginan atau sebuah kehausan akan fatamorgana. Jawaban dari doa atau ujian. Bahkan aku tak bisa memahami diriku apakah aku sedang merasa bahagia atau terlena. Kepekaanku untuk memahami itu kini menjadi sebuah kebimbangan yang dapat kubagi menjadi 2 sudut pandang yang berbeda. Aku tak bisa memahaminya dengan jelas. Aku tak mengerti apa yang sedang tejadi padaku. Aku adalah seorang pecundang. Pecundang yang penuh dengan kemunafikan.

Apa arti jilbab yang dipakai? Untuk menutup aurat sesuai ajaran agama atau hanya untuk membalut sebagai ajang tren?


Wanita berbalut busana longgar, rapat dengan hijabnya yang membuatnya anggun atau wanita berjilbab dengan pakaian pas badan yang memperlihatkan bentuk badannya. Bila dilihat dari keduanya. Mereka memiliki cara pandang berbeda. Lalu bagaimana dengan wanita yang memakai baju serba minim dan terbuka yang mempertontonkan keindahan tubuhnya. Wanita tipe pertama adalah wanita dalam mimpiku. Aku ingin mejadi seperti itu. Namun kemauanku untuk menjadi bagian dari mereka masih terlalu lemah. Wanita seperti itu adalah wanita yang berani mematikan perasaan cinta terhadap sesamanya karena ia takut akan menyaingi kecintaan terhadap Pencipta-Nya. Dia akan merasa sedih ketika ia harus merasakan jatuh cinta. Merasa bersalah telah merindukan seseorang yang belum menjadi haknya. Merasa berdosa bila merasa ingin memilikinya. 

Ketika sosok lelaki yang tak halal baginya perlahan bergelayut di sudut memori, yang merasa rasakan adalah ketakutan yang sangat besar akan cinta hakiki yang tak suci lagi. Ia berusaha untuk menepisnya. Demikian hal yang sering kubaca dari beberapa bacaan muslimah juga cerita dari mereka muslimah yang sedang merasakan indahnya jatuh cinta.

Aku mendengarnya, namun belum bisa menerapkannya dalam jalanku. Berdosa sekali aku yang sudah mengetahui namun masih saja melanggar aturan-NYA. Pastilah aku sungguh berdosa karena ini. Harusnya hanya DIA yang aku takuti bukan orang lain.

Lalu bagaimana untuk mereka yang tau agama tapi masih saja melanggar. Dalam islam memang tak ada “PACARAN”. Tapi muda-muda jaman sekarang sangat kreatif membolak-balikkan dan mengartikan pacaran sebagai acara ta’aruf. Pacaran yang syar’i, tetep sholat bersama, tetap ngaji bersama. Ngelakuin agama sama-sama. Itu salah.

“…Wanita berjilbab belum tentu wanita sholeha, sedangkan wanita sholeha pasti tentu berjilbab dan tidak ada wanita sholeha yang tidak berjilbab.…”

Keragu-raguan inilah yang membuat setan dengan riang gembira mengusik orang-orang semacam itu. 

5 comments:

Unknown said...

:)

Anonymous said...

Ini pelajran berharga untuk para wanita

tulisanummu.blogspot.com said...

Edytamala :)

tulisanummu.blogspot.com said...

Anonim : (y)

Anonymous said...

Masih adakah sisa-sisa keinginan itu? Adakah jalan yang lain untuk kita bahagia? Beri aku kesempatan untuk datang lagi agar kita bisa selalu bersama, selamanya. :)