Keresahan

Angin telah membawaku menepi disudut keramaian kota. Aku terasing sendiri dengan seribu alasan yang membuatku hampir menjadi setengah gila. Atau bahkan menjadi benar-benar gila. Tempat ternyaman itu seperti fatamorgana. Saat aku mendekat ternyata hanya tipuan kudapati. Aku kembali menyelusuri jalan untuk menemukan yang aku cari. Aku seperti menemukan tanpa kuketahui apa yang telah hilang dariku. Dia seperti bayangan yang tertangkap kamera. Dekat namun jauh. Aku semakin tak yakin dengan apa yang kutemukan. Sebelum aku menggenggamnya, aku melepasnya dan kembali mencari.

Terlihat jelas aku dalam keadaan seperti apa. Bahkan alur cerita yang kutulis begitu berantakan. Plotnya bercampuran. Ah entahlah pembaca akan mengerti atau tidak. Yang jelas aku menulis untuk mendengarkan kata hatiku sendiri. Tak ada tempat kutemukan kecuali berada dalam rumah-NYA. Rumah itu adalah tempat ternyaman yang aku punya. Namun aku sering kali melupakannya. Aku terbuai oleh dunia dalam dongeng.
Suatu saat, anak panah itu akan menghujam jantungnya sendiri. Ia akan lepas dari sangkarnya. Tunggu sampai aku benar-benar muak melihat pembohongan ini. Separuh jiwaku terasa hilang. Aku kembali kehilangan jati diri dan semangat. Aku hidup serasa tanpa tulang belakang yang menopang. Jadi bila hanya angin meniup, aku akan lunglai dibuatnya. Melambai-lambai bagaikan nyiur dipinggir pantai. Ah tragis sekali nasibku.

Adakah dokter yang dapat menyembuhkan luka yang tertoreh ini? Kalaupun ada, aku akan memilih dokter cinta sebagai dokter penyembuhku. Kukira itu hanya sebuah cerita dalam serial film drama? Namun kini aku mengerti. Itu bisa terjadi pada siapa saja tanpa pandang bulu.

Drama yang kutonton terasa sangat menyakitkanku. Aku bukan pemeran didalamnya. Namun aku bisa ikut merasakannya. Sekarang aku mengerti. Sakit yang dulu kurasa saat menonton terasa hampir sama. Namun kali ini aku ikut berperan didalamnya. Ah keren sekali aku. Tergopoh-gopoh aku dibuatnya. Sedih tiada guna bahkan air mata. Ah itu hanya untuk orang-orang cengeng. Walaupun tanpa disadari ia akan menetes juga. Aku lelah dengan semua permainan ini. Namun aku tak bisa berhenti disini. Aku harus melanjutkan peranku dengan baik hingga akhir. Entah happy ending atau sad ending itu tak terlalu penting. Yang jelas itu semua akan berakhir.

Nikmati, syukuri dan jalani. Dunia ini bukanlah dunia kita. Hei kau yang sedang berputus asa? Kamu tak sendirian. Lihat temanmu yang lebih miris darimu? Banyak. Mungkin ini beberapa kalimat untuk menasihati diriku sendiri. Menenangkannya saat tak ada lagi harapan datang padanya. Harapan yang akan mengulurkan tangan kearahmu dan kemudian menuntunmu pulang.


Setelah semua kerapuhan itu terungkap, masihkan aku harus berpura-pura tegar? Ya jelas. Harus tetap bertahan seperti itu. Apa aku sudah terlihat gila bila bertanya pada diriku sendiri? Bahkan aku seperti memiliki jiwa lain dalam tubuhku. Aku kerap bercengkrama dengannya. Baca.