Ruang Temu

Foto diambil dari sini

Aku tak pernah menyesali keputusanku untuk pergi mengasingkan diri.  Jauh dari keluarga dan jauh dari teman-teman yang aku kenal. Aku seperti anak kecil yang ketika menginginkan sesuatu harus mendapatkannya tanpa berpikir segala kemungkinan yang akan terjadi nanti. Baik atau buruk. Inilah yang aku suka dari diriku, ketika aku bertingkah layaknya bocah. Sikap yang mengantarkanku pada sebuah ruang temu yang kudapatkan.

Semua berawal ketika aku memperjuangkan mimpi kecilku. Mungkin aku terlalu banyak menonton film dongeng sehingga membuat aku berkhayal terlalu jauh. Dalam dongeng tersebut aku memiliki mimpi menjadi seorang penulis terkenal. Namun jauh sebelum itu, mimpi kecilku cukup menjadi penulis blog. Dari penulis blog, aku menjajal peruntungan sebagai content writer di sebuah perusahaan start up. Pekerjaan yang aku pikir sejalan dengan apa yang menjadi kegemaranku: traveling dan menulis. Merambah Kota Lunpia dan tak mengenal siapa pun. Ini seperti aksi teroris yang mengasingkan diri ke negeri entah berantah dan siap hidup mngurung diri dalam gua untuk mencari tempat semedi.

Di sinilah aku bertemu seseorang ketika aku sedang berada dalam sebuah ruang. Aku menyebutnya sebagai ruang temu. Aku baru saja menginjak satu minggu di kota perantauan dan ketika itu seorang sahabatku pun ikut terdampar di kota yang sama denganku. Mayura namanya. Inilah rencana berikutnya yang telah Tuhan susun. Mayura bersama teman-teman kantornya sama halnya denganku. Baru pernah menginjak kota ini untuk pertama kalinya. Berawal dari facebook. Mungkin lagu tersebut tidak hanya serta merta lagu, melainkan bisa menjadi sebuah kisah nyata yang diperankan oleh aktor lain selain pencipta lagu itu sendiri.
Ketika itu, beberapa orang teman Mayura mengabsen satu persatu teman facebooknya. Ada jutaan bahkan milyaran wajah manusia terpajang di sosial media. Ajaib. Salah satu diantaranya memandang foto profilku (katanya).

‘Itu temanku. Dan ia juga baru satu minggu yang lalu pindah ke Semarang.’ Tanpa ada lontaran pertanyaan, Mayura membeberkannya.
‘Mungkin bisa dijadikan kenalan.’
‘Baiklah.’ Mayura menyanggupinya.

Ah, pertemuan macam apa ini. Aku merasa kembali menjadi remaja. Namun akhirnya pertemuan terjadi. Aku bertemu dengannya. Mungkin tempat pertemuan kami bukan tempat pertemuan yang tepat. Tak ada kesan romantis. Kami bertemu di cafetarian sebuah minimarket. Namun bagiku, romantis bukan perkara soal tempat. Tak perlu ada setangkai bunga, sepotong cokelat, candle light dinner, ataupun lagu-lagu pengiring yang syahdu. Romantis adalah bagaimana pemaknaan seseorang terhadap keadaan.

Setelah pertemuan, dia mulai mengontakku dan kami mulai berbincang. Kurasa perkenalan itu terlalu cepat. Sangat cepat. Aku tak pernah percaya bahwa cinta dalam pandangan pertama akan berlangsung  lama. Itu mustahil. Terlebih ketika dalam waktu 1 bulan, ia mulai membicarakan pernikahan. Mungkin itu terlalu klise. Permainan macam apa ini! Aku memberontak.

Pada akhirnya dugaanku salah. Aku luluh. Setelah menyakinkan diri sendiri dan keluarga. Perkenalan singkat tersebut berakhir dengan cincin di jari manisku.  Dia berhasil meyakinkanku dalam tempo waktu singkat.




Aku beruntung memilikinya. Sangat sangat beruntung. Sikapnya adalah sosok yang ada dalam impianku selama ini. Dia yang dapat membuatku nyaman dalam waktu singkat. Dia yang membuatku merasa sempurna.

***

Ruang temu. Selalu ada alasan dibalik setiap kejadian yang Tuhan berikan kepada hamba-hambanya. Kita tak pernah tahu ada kisah apa dibalik kesenangan ataupun kesedihan yang kita dapati. Yang perlu dilakukan adalah menikmati semua hal yang terjadi dengan penuh syukur dan ikhlas.

No comments: