Mataku kembali terusik oleh hal-hal
sederhana yang membuatku semakin mengagumi arti dari sebuah kesederhaan.
Kesederhanaan itu indah. Kesederhanaan itu istimewa. Kita terlalu terpaku oleh
model-model manekin yang terpampang hampir diseluruh jenis media. Semua mata
pecinta dunia menyorotnya dan menjadikan itu sebagai gaya yang harus diikuti
agar kita nampak ada. Salah. Sebenarnya bukan mengenai itu. Demikian hanya akan
membuat kamu terlihat seperti barbie. Tapi sayang sekali, kita bukan bagian
dari mereka.
Yang berada didepan mataku saat ini
bukanlah barbie yang biasa dijadikan pajangan atau untuk dibeli oleh mereka
yang memiliki banyak rupiah. Ia seorang wanita paruh baya yang mungkin
akan tenggelam diantara ribuan barbie dengan segala kemewahannya. Guratan-guratan
perjuangan keras hidup nya tersirat dalam kulitnya yang terlihat hitam dan tak
mulus lagi. Tubuhnya tak lagi tegak seperti model yang sedang berjalan dalam
cat walk. Atau tak lagi sigap seperti polwan ketika sedang berbaris rapi. Tulang
belakangnya mulai menyusut termakan usia. Bola mata indahnya sayu dan kembali
terlihat polos dengan pandangan kosong ke arah hujan yang sedang berlangsung. Namun
jelas sekali didalam pandangan itu memiliki kegelisahan. Dengan jilbab warna
ping kecokelatan menutupi kepalanya dengan camping gunung untuk peneduhnya. Dia lah pejuang hidup. Lindungi ia Tuhan.
Tangannya memainkan kain jarit
penggendong kayu bakarnya yang sudah dilepasnya. Digulung-gulung, di ikat
simpul ataupun di lipat rapi kemudian dibongkarnya kembali. Kayu bakar
disampingnya tetap saja terciprat air walaupun sudah diteduhkan. Maklum saja,
atap yang menaunginya hanya berukuran 2x1 saja. Ruko yang dibuatnya untuk
berteduh itu tutup. Apa boleh buat.
Aku mengandai. Bagaimana masa tua ku
nanti?? Apakah aku bisa menikmati hangatnya rumah kala hujan datang seperti
ini? Apakah aku tidur dengan nyaman dengan ranjang yang empuk? Apakah aku
dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangiku? Apakah aku bisa menikmati lagu-lagu
kesukaan ku?
Dewa langit menjawab kegelisahan wanita paruh baya
itu. Hujan berhenti. Namun tak benar-benar berhenti. Masih ada beberapa titik
air yang jatuh. Wanita itu berdiri, kembali menggendong seinggit kayu bakar
dengan jaritnya. Kemudian ia berlalu. Dan aku kembali ditinggalkan oleh mereka.
Mereka yang mengusik pandangan ku saat hujan datang. Sedangkan aku masih disini
terdiam. Apakah DIA yang ku puja juga akan pergi lain waktu??
3 comments:
wah dadi bu penulis saiki
Cerita ini cocok untuk dongeng sebelum tidur :D
hujan memang selalu meninggalkan jejak kenangan untuk mewarnai kumpulan kisah kita
Post a Comment