Pagi itu Sheila
bersepeda pagi menyusuri pematang-pematang sawah. Menikmati udara pagi
berselimut kabut tipis di desa yang masih asri itu. Hangatnya mentari menerobos
ranumnya tumbuhan padi yang hampir siap panen. Dan perbukitan mulai nampak
menjulang biru pekat dengan pemandangan pohon-pohon. Burung-burung emprit pun
sepertinya enggan untuk melewati pagi ini. Mereka terbang mencari kehangatan
pagi dan sesekali hinggap dibeberapa dahan tanaman padi untuk mengambil biji-bijian.
Ada belalang juga capung-capung yang ikut bersliweran. Hhahaa cantik.
“Sungguh pagi yang
menakjubkan. Tuhan memang Maha Agung menciptakan seisi bumi ini.” Takjub
Sheila.
Alam itu indah. Terlalu
indah bila harus pergi meninggalkan keindahan ini. Namun indah dunia ini hanya
fatamorgana. Dan ada kehidupan kekal kita nanti di alam sana. Beberapa petani sudah
mulai terlihat turun kepersawahan. Satu diantaranya turun ke parit-parit untuk
mengecek kelancaran air yang masuk ke ladang mereka. Ada yang hanya sedang
memberi pakan ikan-ikannya di empang. Dan ada pula yang mulai turun untuk
menyemprotkan obat anti hama. Terlihat pula, ibu-ibu tengah mengayuh sepeda
dengan kedua besek (terbuat dari bambu) besar dalam disamping kiri dan kanan
untuk menaruh belanjaan. Jalan itu merupakan rute jalan menuju sebuah pasar
tradisional. Bahkan nampak ibu hamil sedang berjalan-jalan tanpa alas kaki.
Ibu-ibu hamil memang sering melakukan jalan pagi sebagai bentuk pengganti
olahraga untuk menyehatkan kesehatan kandungannya.
Sheila menyudutkan
diri. Mencari sudut pandang yang tepat untuk menikmati suasana pagi ini.
“Hahhhhhhhh…” Terhembus nafas kelegaan darinya.
Sampai
juga ia di sebuah dermaga. Bukan dermaga tempat perhentian kapal dan tempat
naik turunnya penumpang, tepatnya sebuah waduk atau bendungan sekaligus tempat
rekreasi. Pemandangan dari tepi dermaga sangat indah. Seperti lukisan dalam
pigura. Bahkan dari kejauhan pohon-pohon terlihat samar. Beberapa nelayan nampak
terlihat sedang menjala ikan dengan perahu-perahu kecil berkapasitas maksimal 3
orang.
Sheila
duduk dipinggiran dermaga, terlihat sangat menikmatinya. Ia mulai membuka buku
catatannya. Sebuah catatan yang sering dibawa ketika ia pergi. Semua kejadian
atau hal-hal menarik yang ia temui dijalan selalu dicatat dalam buku itu.
Seperti buku diari namun tidak berisi catatan tentang dirinya. Melainkan
catatan mengenai cerita-cerita yang ia temui. Seorang penulis sejati itu akan
menuliskan sebuah cerita diatas kertas setelah ia mengalami cerita tersebut.
Itu catatan tentang penulis sastra. Adapula penulis fiksi. Ia hanya cukup
menuangkan berimaji setinggi-tingginya lalu menuangkannya. Dipasangnya
earphone ping bergambar piglet. Sementara menulis, ia sambil mendengarkan
sebuah musik. Jelas lagu Sheila On 7 yang ia dengarkan.
Dimana aku berpijak disinilah
cerita itu dimulai, berjalan,
dan berakhir. Aku jelas bukan penyair ulung seperti Khairil Anwar. Bukan juga keturunan
dari beliau. Aku adalah seonggok daging yang punya nama. Sedang mencari arti
kehidupan dan bagaimana hidup ini berjalan semestinya. Semestinya sesuai apa
yang diajarkan oleh agama sebagai pondasi kehidupan. Bagaiamana aturan yang
ditetapkan tak terlanggar dan larangan yang tak tersentuh. Lalu hidup bahagia
tanpa keputusasaan dan semangat bagai bara. Biarpun sudah jatuh kita tetap
masih bisa berdiri sendiri dan berjalan lagi kedepan. Berjalan lah lurus dan
temukan apa yang kau impikan. Menengok boleh saja asalkan jangan mundurkan
kakimu walau hanya sejengkal. Jangan. Yang kau perlukan hanya semangat untuk
selalu mencapai mimpi-mimpi kecil mu itu.
4 comments:
arti yang kau cari akan datang sendiri untuk menghampiri. Keep spirit um :D
lumayan tampilan barunya um,, lebih eye catching :D
Ruset : Silahkan :)
anonim : putih lebih enak dilihat :D
Post a Comment