Malam, Dia Menemui Ku

“Adila…”

Terdengar seseorang memanggil namanya dari luar rumah. Saat itu Adila yang tengah bermesraan bersama buku-buka fiksi dikamarnya, terdiam. Ia memastikan apakah benar ada seseorang yang memanggilnya atau hanya sebuah ilusi saja.

“Adil….”

Benar saja. Untuk kedua kali namanya dipanggil. Adila membuka tirai jendela kamarnya dan melihat ke bawah untuk mengetahui sumber suara itu. Kamar Adila yang berada di lantai 2 dengan jendela tepat lurus menghadap gerbang memudahkannya melihat siapa-siapa yang keluar masuk rumahnya.

Tepat dibawah lampu sorot depan gerbang rumahnya, ada 2 lelaki. Muka mereka tak asing baginya. Terpaan sinar lampu yang menerpa wajah  mereka membuat Adila dengan mudah mengenalinya. Mereka temen satu kelasnya, Febian dan Alvin.

Febian melambaikan tangannya pada Adila. Senyuman Adil menyambut mereka walaupun mereka melihatnya atau tidak.

“Tunggu ya.”
“Ok.” Jawab mereka berdua serentak.

Adila segera menemui mereka dan membukakan pintu. Setiap kali mereka datang, memang selalu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

“Masuk.” Gerakan kepalanya ikut mempersilahkan mereka masuk.
“Jadi kedatangan kita kemari mau ngasih info buat kamu.” Tukas Alvin.
“Info apaan? Info kalo mau ngasih tau kegalauan mu sabtu malam ini? Iyaa?”
“Dihh gitu. Bukan Dil, bukan. Aah elu mah.”
“Jadi?”
“Jadi ini lo yang mau kita kasih tau.” Alvin mengeluarkan selembar brosur dan memberikannya pada Dila.

Senyum Adila terlihat setelah membaca isi brosur tersebut.

“Tu kan, aku bilang juga apa.” Celetuk Alvin.
“Emang tadi bilang apaan Al, perasaan itu doang.”  Tanya Febian dengan muka mikir.
“Ya tadi itu. Ini bukan soal kegalauan aku. Hahaha. Tapi sebuah info yang sungguh sangat penting.” Ucap Alvin dengan memperagakannya seolah dia sedang bermain dalam sinetron. Penuh ekspresi dan powerfull.
“Lebaay.” Sahut Adil dan Febian Kompak.
“Biar lebay gini aku masih peduli sama kamu lo Dil. Buktinya aku mau kesini hanya untuk menyalurkan sebuah misimu. Walaupun….” Alvin memberhentikan perkataanya.
“Walaupun apa?” Tanya Dila.
“Walaupun ini brosur Febian yang dapet nemu. Hehehe.”
“Febian, makasih banyak ya?” Adila tersenyum manis.
“Sama-sama Dil.”
“Aku nggak diucapin makasih Dil? Tega.” Alvin iri.
“Iya makasih juga buat kamu Vin. Pokoknya buat kalian berdua makasih deh.”
“Sama-sama juga. Karena kepentingan udah kelar, kita cabut bro.” Ajak Alvin.
“Yuuuk.” Mereka berdua segera beranjak dari gazebo.
“Dila kita pulang dulu. Sukses buat karya mu. Kamu pasti bisa.” Pesan Febian.
“Bakal aku coba. Hati-hati dan terima kasih.”

Walaupun Adila sering bertemu dengan mereka dikelas, tetap saja Adil tak mampu mengurangi rasa canggungnya ketika bertatapan dengan Febian. Ya Febian. Karena dia adalah laki-laki yang sering membuat pandangannya terusik. Laki-laki dibawah hujan yang ia lihat kemarin sore.

1 comment:

Anonymous said...

Adil pun teriak kegirangan dalam hatinya..haha :D