Kurasa ini waktunya. Waktu
yang kutunggu setelah aku lelah menanti dengan penuh kebodohan. Ini waktunya
untukku menerbangkan semua perasaan semu yang aku miliki. Aku ingin
mengarungkannya di antara deburan ombak dan kemudian lenyap di tengah laut.
Aku yang pernah merasa
berharap lebih pada laki-laki berponi itu. Laki-laki yang tidak pernah
memberikan alasan ataupun jawaban. Laki-laki yang dia sendiri tidak yakin bisa
mengabulkan inginku. Pikirnya, biarkan semuanya berjalan sesuai skenario Tuhan.
Biarkan semua yang ada di dunia ini mengalir mengikuti arus yang semestinya.
Kurasa, kita bisa menciptakan
gambaran masa depan sendiri. Merancang sebuah mimpi di atas kepala kita. Melukis
pelangi di atas rumah impian kita.
Jika aku boleh memilih, aku
lebih memilih orang itu menolakku. Jika aku boleh meminta, aku ingin meminta orang
itu untuk menjauihiku. Itu lebih baik dari pada selalu diberikan
harapan-harapan yang pemiliknya saja tidak bisa menjanjikan apa pun.
Rasa itu boleh saja hilang. Namun,
impianku tak boleh kandas. Karena itulah tujuan dari hidupku
Ingatlah ketika hari ini
datang. Saat akhirnya aku harus berjalan mencari persimpangan baru untuk
melanjutkan ceritaku. Ketika aku tak bisa lagi mengikuti cara berpikirnya. Kemudian,
aku mengalah untuk tidak lagi mengikutinya, untuk tidak lagi membuntutinya, dan
untuk tidak lagi mengorbankan waktu-waktuku untuk berbuat bodoh hanya karena
ingin menarik simpatiknya. Aku memilih untuk mengembalikan semuanya seperti
semula. Aku akan baik-baik saja tanpa laki-laki itu. Perlahan, semuanya akan
mudah karena terbiasa. Pagi akan mengembalikan
keadaan.
Ingatlah hari ini. Aku telah
melepaskan laki-laki itu. Seseorang itu bukanlah segala-galanya untukku. Bukan
pula seseorang yang bisa menghentikan langkahku. Bermimpilah tanpa harus merasa
terbebani. Jika masa depan laki-laki itu masih menjadi misteri illahi,
sebaiknya dia harus belajar untuk percaya akan kekuatan mimpi dan keyakinan.
Teruntuk laki-laki berponi
yang keluar dari lingkaran hidupku.
No comments:
Post a Comment