Karena
dengan berjalan kaki adalah cara terbaik untuk lebih mengenal destinasi.
Aku merindukan sebuah trotoar yang
bersih. Bersih dari sampah, dari polusi, dan juga dari pedagang kaki lima. Kalau
kita beruntung, kita akan mendapat senyum dan sapa dari sesama penggunanya.
Itulah, interaksi.
Anehnya, aku bisa merindukan hal
yang belum pernah aku temui. Aku merindukan hal yang hanya masih menjadi
angan-angan. Mimpi. Ah, kurasa aku memang tukang pemimpi yang selalu membiarkan
imajinasiku berkeliaran kemana-mana. Semakin liar dan liar.
Tunggu. Aku juga mendengarnya dari seorang
traveler wanita, Trinity. Ia sependapat denganku. Salah satu tweetnya
mengatakan bahwa ia merindukan berjalan di trotoar seperti yang aku inginkan. Bedanya,
ia merindukan sesuatu hal yang pernah dialaminya.
Jepang adalah salah satu Negara yang sangat
menghormati pedesrian. Trotoar di sana cukup luas untuk dilewati sepeda dan
pejalan kaki yang saling berdampingan. Orang-orang di sana terbiasa berjalan
kaki. Jarak 2 km bukan apa-apa bagi mereka. Tapi lihatlah di sini! Lihat
generasi mudanya. Mereka lebih suka duduk diam menarik gas dan mengendalikan
kemudi. Tidak dengan Kota Shibuya Jepang.
Mereka adalah pejalan kaki yang baik. Kota tersebut adalah kota tersibuk. Kau
bisa melihat betapa banyak orang menyeberang jalan saat lampu merah di
perempatan Shibuya.
Kita bisa bercermin dari Negara yang sudah maju.
Seperti apa kita sekarang?
Masih mengenai fasilitas umum. Aku juga
merindukan kendaraan umum yang nyaman. Akses kendaraan umum yang susah, membuat
orang-orang lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi yang dirasa lebih
praktis dan cepat. Walaupun sudah ada beberapa kendaraan umum program dari
pemerintah di beberapa kota, tetap saja, kita masih lebih memilih untuk
menggunakan kendaraan pribadinya.
Kenapa?
·
Waktu kedatangan bus yang lama,
memakan banyak waktu saat bepergian.
·
Halte yang disediakan terlalu jauh
dari tempat-tempat jangkauan.
·
Ketidaknyamanan.
Pemerintah sudah sedikit demi sedikit memperbaiki
sistem yang ada. Namun perubahan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Terkadang perbaikan itu tidak disambut baik oleh masyarakat. Kau lihat sendiri
bukan upaya menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti untuk melindungi
laut kita. Nyatanya tidak semua orang setuju dan memilih untuk berdemo.
Hei… ada apa dengan diri kita?
Bacalah
lirik lagu kami, Tuan:
Siapa Yang Salah
Lyrics
created by: Vitrie Kusuma Ayu
Instrument created
by: Angga Wahyu Wibowo
Hei,
selamat pagi..
Apa isi koran pagi ini?
Masihkah
soal politik dua muka atau soal artis dan narkoba?
Kayuh
spedamu teman, sapa mentari di ujung sana
Awan putih
yang kau lihat atau kepulan dari asap pekat?
Hei, selamat
siang..
Masih
debatkan kasus usang?
Soal bayi
yang dibuang atau politik cuci uang?
Lari
bersamaku kawan, sejauh kita mampu
Sesa hiruk
pikuk di negriku, oh Indonesiaku
Di mana kita
sekarang?
Sibuk tak
tentu arah {3x}
Kalau sudah
begini siapa yang salah?
Kalau sudah
begini kuucapkan, selamat malam
Kalau sudah begini
kuucapkan, wassalam
Trotoar dan kendaraan umum yang nyaman. Aku
belum menemuinya di sini. Apakah suatu hari nanti aku, anak-anakku, serta
cucu-cucuku bisa merasakannya di sini? Di Indonesiaku tercinta ini?
No comments:
Post a Comment