Negeri Annora (Cahaya Di Delapan Arah Mata Angin) Part 3

“Kau memiliki kekuatan berbeda yang tidak dimiliki oleh para panglima lain. Kau keturunan dari dua arah mata angin. Kekuatanmu dua kali lipat dari kekuatan semula.”
“Tidak. Aku tidak mau nasibku nanti akan seperti Ayah Ibuku. Nyawaku menjadi taruhannya!”
“Aku mohon untuk rakyatku, Aurel. Bantulah kami. Setelah berhasil merebut kedua benteng tersebut dan mengalahkan Ratu Eranthe, kami akan kembali bisa hidup normal. Kau memang baru saja mengenalku. Mana mungkin akan secepat itu kau akan mempercayainya.”
Angelina membisu cukup lama. Akupun begitu.
“Aku akan mengabulkan apapun permintaanmu sebagai imbalannya.”
“Apapun?” Aku memanggut.
“Seorang ratu tak akan menarik kembali ucapannya. Kau boleh meminta apa yang kau mau.”
“Aku ingin hidup normal seperti remaja-remaja sesuiaku. Bermain ke mall, menonton ke bioskop dan tertawa bersama teman-teman. Aku kesepian.”
“Hanya itu? Padahal kau bisa memintahal yang jauh lebih besar dari itu. Aku akan mengajarimu bagaimana melakukan pendekatan ke mereka.”
“Hanya itu yang belum aku miliki. Kau bisa gunakan sihirmu untuk itu!”
“Ini tentang hati dan perasaan. Kekuatan sihir tak mampu menembus dua elemen tersebut. Percayalah padaku. Aku akan mengajarimu banyak hal.”
“Baiklah. Tapi tunggu. Sebelum kau mempercayakan misi besar ini padaku, apakah kau yakin aku mampu melakukannya? Aku selalu kalah saat berkelahi dengan teman sekelas saat dia mengejekku.”
“Kau mempunyai kemampuan yang sudah mendarah daging. Hanya perlu berlatih untuk menggali potensi itu.”
“Kau sangat yakin aku bisa melakukannya?”
“Ya kenapa tidak.” Angelina menjawab dengan tatapan percaya.
Aku memilih diam menanggapi jawaban Angelina. Melihat-lihat Negeri Annora yang terletak dalam dimensi lain dibalik lukisan Ayah sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ini seperti kembali ke jaman dulu kala. Mereka masih menggunakan baju-baju jaman dulu yang rapat dan memakai gaun atau rok. Busana wanita jaman dulu tidak seperti jaman sekarang yang terbuka sampai paha ataupun terbuka hingga bagian dada. Pantang bagi wanita untuk membuka bagian tubuh kepada orang lain. Hanya mata kaki, wajah dan telapak tangan yang boleh diperlihatkan. Kecuali laki-laki, ia boleh saja menggunakan baju tanpa lengan.
Tak ada gedung yang paling tinggi kecuali istana dan beberapa mercusuar untuk memantau keadaan. Tak ada mall ataupun tempat belanja mewah, yang ada hanya pasar-pasar tradisional yang buka sampai menjelang tengah hari. Sebentar matahari akan menutup negeri ini. Dan semua manusia-manusia tak berdosa itu akan berubah menjadi rusa. Aku memang biasa hidup tanpa memperdulikan orang lain. Aku adalah orang yang egois. Aku bersikap seolah mereka tidak pernah akan mendapat luka. Kini, sepertinya naluriku sedikit terbuka. Melihat mereka berjalan dengan empat kakinya sungguh mengetuk pintu hatiku.
 Leleh berkeliling, aku singgah di atas mercusuar. Setiap sudut kota bisa kulihat dari atas sini. Sepi. Sesekali terlihat rusa cokelat melintas dan masuk rumah. Lebih sepi dari malam natal di duniaku sebelumnya. Saat petang, orang-orang akan masuk dalam rumah masing-masing untuk berlindung. Ada cahaya putih yang berjalan mendekatiku. Angelina. Aku menuruni tangga untuk menemuinya.
“Kau belum tidur Angelina?” Tanyaku.
“Aku baru bisa tidur menjelang fajar.”
“Apa hanya kau rusa berwarna putih di sini. Ah maksudku, hanya kau yang berwarna putih?”
“Tidak apa. Ada saudara perempuanku, dia juga berkulit putih. Tapi Ratu Eranthe menjadikannya tawanan dan budak di kutub utara.” Angelina menunduk.
“Sebaiknya kau beristirahat. Aku sudah menyiapkan kamar untukmu. Besok pagi kau sudah harus mulai berlatih. ”
“Angeline. Seberapa luas Negeri Annora ini?”
“Kau mau menjelajahnya bersamaku?”
“Ya. Aku mau. Aku masih sangat penasaran dengan Negeri ini.”
“Tunggu sampai aku menyiapkan sebuah kereta untukmu.”
Angelina meninggalkan aku. Dia masuk istana melewati gerbang samping. Aku tak sabar menanti apa yang sedang dipersiapkan oleh Angelina. Pandanganku melayang jauh ke hutan yang terletak cukup jauh dari kokohnya istana. Pohon-pohon tinggi membuat pemandangan tak biasa di malam hari. Bayangan hitam yang ditimbulkan terlihat menyeramkan. Bergerak ke samping kanan dan kiri seperti sedang menari mengikuti irama musik. Atau bahkan sesekali terlihat meninggi secara bergantian. Itu terlihat aneh. Tapi pasti karena tiupan angin. Gumanku.
Terdengar lonceng berbunyi kencang entah datang darimana namun aku tak melihat sesuatu mencurigakan yang menghasilkan suara itu. Kupikir semakin lama suara itu semakin mendekat. Aku tercengang. Bayangan kereta melintasi bulan. Kereta itu diterbang bersama rusa-rusa yang menariknya.
Luar biasa. Dongeng masa kecilku menjadi nyata.
Aku masih saja terpukau sewaktu Angelina berhenti di depanku. Lima rusa hitam dan satu rusa putih bertanduk satu saling terikat tali yang tersambung ke kereta. Kereta Santa Clause. Aku kegirangan. Setengah tak mempercayai, aku mendekatinya. Merabanya seolah aku ini adalah wanita tuna netra.
“Aurel, naiklah.” Angelina menyuruhku.
Kereta Santa Clause itu membawaku terbang. Dari atas dini Negeri Annora terlihat lebih mengagumkan walaupun dalam kegelapan. Pegunungan batu menjulang tinggi. Hamparan sabana yang dihuni oleh sapi-sapi peliharaan penduduk terlihat tertidur disudut-sudut bambu yang menjadi pembatas mereka. Di samping peternakan terdapat banyak kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan listrik. Hutan yang kulihat tadi dari atas mercusuar kini tepat berada di bawahku. Ternyata keanehan itu benar. Pohon-pohon yang kukira tertiup angin rupanya memang benar-benar bergerak. Mereka hidup pada malam hari. Tidak hanya pohon, namun semua elemen akan hidup. Termasuk batu-batu yang akan saling berjalan menggelinding dan berbicara. Ataupun mahkluk aneh berbadan kerdil dengan tinggi lima kaki, berhidung mancung dan memiliki telinga panjang seperti kurcaci namun ia memiliki sayap seperti capung. Kereta Santa terbang rendah sehingga aku bisa melihatnya dengan jelas.
“Apakah hutan ini berbahaya Angelina?”
“Ini adalah hutan putus asa.”
.........................................

No comments: