Pagi Berbagi

Baru saja membuka pintu gerbang kos, seorang wanita paruh baya menyapa dan menawarkan jualannya, ubi rambat.

‘Ubinya, Mbak?’
Aku yang tengah gugup untuk berangkat ke kantor menolaknya halus dan berlalu. Ia menggendong dagangan ubinya dengan kain jarit. Sebagian dibopongnya. Sempat kulihat ia mendekati tong sampah dan mengais-ngais kresek. Namun aku yang sedang terburu-buru malah acuh.

Satu rumah baru terlewati saat menyadari ponselku tertinggal. Untuk alasan ini aku tidak bisa acuh. Ponsel menjadi aset berharga di zaman sekarang yang susah untuk ditinggalkan. Aku kembali lagi ke kosan untuk mengambil ponsel.

Aku penasaran dengan apa yang sedang dilakukan wanita paruh baya tersebut di dekat tong sampah. Aku mendekatinya.

‘Bu, nyari apa?’
‘Nyari kantong kresek Mbak, buat bawa ubinya, susah.’

Bagaimana tidak susah ia menggendong sembari membopong beban yang cukup berat bagi wanita seusianya dan berkeliling membelanjakannya.

‘Kantong kresek di tong sampah udah kotor, Bu. Biar nanti saya ambilkan di dalam. Tunggu ya Bu’
‘Iya, Mbak.’

Wanita paruh baya tersebut berhenti mengais-ngais sampah. Sekembaliku dari dalam kos, ia berdiri menunggu. Aku memberikan beberapa kantong kresek untuknya.

‘Pakai ini saja Bu, masih bersih. Kantong habis belanja kok.’
‘Makasih ya, Mbak.’ Ia tersenyum girang.

Aku suka senyuman wanita itu. Sederhana dan tulus. Pagiku terasa lebih berarti pagi ini. Membantu mulai dari hal kecil dan lingkungan sekitar. Kita harus lebih peduli kepada mereka. Buka mata buka telinga.

Hal menarik dari suatu perjalanan adalah menemukan bintang dan menjadikannya sebagai tokoh utama dan menghidupkan karakternya ~ Windy Ariestanty


No comments: