Sisi yang nampak dari kehidupan sehari-hari di kota besar yang sering dikatakan orang adalah sisi “keegoisan”. Begitulah sering kali prasangka negatifnya. Hanya mementingkan segala kepentingan sendiri dan tidak memperdulikan sekitar. Ataukah kata tersebut hanya berlaku untuk warga asli kota metropolitan saja? Bagaimana dengan kaum urbansasi? Mereka tidak semuanya bersikap egois seperti kata orang.
Nyatanya masih banyak
orang baik dan orang yang peduli terhadap sesamanya walaupun tidak saling
mengenal. Suatu hari aku berjalan menyusuri sepanjang jalan Bogor – Tanggerang.
Perjalanan ini ku mulai seorang diri. Karena suatu alasan tertentu. Jalan itu
baru pernah ku lewati satu kali dan kedua kali untuk perjalanan ini. Hanya
berbekal petunjuk dan keberanian akhirnya ku beranikan diri. Jalan itu terlalu
mengerikan oleh orang-orang seram disekeliling. Trayek angkot yang ku tempuh 3
kali naik.
Ketika itu sedang berganti
angkutan di daerah Parung – Bogor. Daerah tersebut sering terjadi kejahatan di
angkot. Dengan sedikit kebingungan akhirnya aku menaiki sebuah angkutan sesuai
nomor trayek yang ku ingat. Aku memilih tempat duduk disamping supir. Ketika
sudah berada di dalam angkutan dengan sikap duduk manis, mendadak jantungku
berdetak cepat. Baru ku sadari keadaan sekelilingku beberapa detik setelah aku
duduk. Supir angkutan tersebut berwajah sangar, bertindik dan bertato. Selain
itu, di depan tempat dudukku ada beberapa deret botol minuman kosong. Ku lihat
belum ada penumpang lain kecuali aku. Aku hanya bisa berdoa. Menit demi menit
berlalu, namun angkutan belum juga jalan. Akhirnya ada juga beberapa penumpang
yang masuk ke dalam angkutan tersebut. Ku tengok belakang untuk memastikan angkutan
sudah terisi penuh atau belum. Makin cemas saja karna dari 7 orang penumpang
ternyata berjenis kelamin lelaki semua. Nyaliku makin menciut. Tapi belum ku
putuskan untuk turun dari angkutan. Masih ada polisi yang berjaga tidak jauh
dari tempatku. Ini membuatku sedikit merasa tenang. Hanya sedikit.
Setelah lama menunggu,
akhirnya angkutan terpenuhi juga. Tidak hanya berpenumpang laki-laki tapi juga
wanita. Alhamdulilah. Selama dalam perjalanan, HP sama sekali tak ku sentuh.
Jujur saja. Aku sangat takut.
Sampai juga pada trayek
terakhir. Aku turun dari angkot ke dua dan mencari angkot selanjutnya di Pasar Ciputat. Karena masih lupa-lupa ingat lokasi rumah saudara yang ku tuju, aku
pun bertanya pada abang sopir. Walaupun berbadan sangar dan bertato, ternyata abangnya
ramah dan sabar. Aku sampai di rumah saudara dengan selamat. Namun setelah
aku menyentuh HP…. #diaaaar. Aku mendapati puluhan panggilan tak terjawab dari keluargaku dikampung termasuk juga sodaraku yang ku tuju tersebut. Mereka memarahiku atas kenekatanku. Ayah ku berkata "Anak perempuan ayah satu ini, baru beberapa hari saja di Jakarta sudah seberani itu. Tak apa untuk pengalaman saja ya. Lain kali jangan sendiri."
Aku hanya tersenyum girang tak
mempercayai atas apa yang telah aku lakukan.
2 comments:
jangan diulangi lagi ya,,pastikan pamitan sama ortu..Inget kekuatan pelindung kuatnya ada pada do'a ortu..
Tapi selebihnya Nice, petualangan yang akan bisa mewarnai kehidupanmu...
Nice Like It
petualangan nya msh kurang seru :D
Post a Comment