Satu-satunya tempat yang bisa ia tuju adalah Benteng Vandenburg. Kemana lagi ia akan berlari kecuali ketempat itu. Malam memang telah larut.
“Aahh…” Desah nafas Sheila.
“Mungkin Indra benar, aku memang salah. Aku nggak boleh disamping Rezha lagi. Aku harus pergi. Walaupun aku tak menginginkan itu tapi ini jalan terbaik. Dan kamu Ndra, kenapa aku nggak bisa melihatnya sejak dulu?? Bodoh, kamu bodoh Ndra. Aku pernah berfikir, pasti bakal bahagia bisa disamping mu. Tapi aku pikir kita sahabat, jadi aku berusaha nglupain itu.”
Diingatnya semua kenangan bersama Indra. Saat ia sedih, senang dan apapun itu pasti dia selalu ada. Bahkan pengorbanan besar Indra, ketika harus jauh-jauh dari Yogyakarta ke Semarang buat jemput Sheila yang mengalami kecelakaan disana.
Diterobosnya hujan malam itu menuju rumah Indra. Berdiri ia didepan rumah memanggil namanya.
“Ndra, Indra…. aku didepan rumah mu. Bukain pintu.”
“Seperti suara Sheila diluar. Ahhh enggak, ini hanya imajiku. Hahhhh kamu hampir membuat ku gila La.”
“Indra… elu didalem kagak sih!! “
Didengarnya suara yang memanggilnya itu dengan seksama. Memastikan apakah sekedar khayalan atau nyata. Namun semakin lama suara itu semakin keras. Dibukakannya pintu terlihat Sheila berdiri mematung dibawah derasnya hujan.
“Aku
mau kamu ngomong sesuatu untuk hal ini!! Apakah yang kamu bilang lewat telfon
itu bener??”
Indra
hanya diam menatap Sheila. Ia masih berfikir apa yang harus ia katakan.
Berbohong atau berkata jujur. Namun ia selalu takut untuk mengungkapnya. Ia
takut jika nanti ia belum bisa membahagiakannya. Lalu Sheila pergi
meninggalkannya.
“Kok
diem? Jadi itu cuma candaan mu aja?? Bagus, bagus banget!!” Bentaknya sambil
pergi meninggalkan Indra.
Satu-satunya
yang bisa ia lakukan sekarang yaitu mengejarnya. Ia tak mau Sheila akan pergi
dan benci. Dipeluknya Sheila dibawah hujan. Lama mereka hanya terdiam juga
menangis.
“Asal
kamu tau La, sayang aku ke kamu nglebihin sayang ke diriku sendiri. Aku cuma merasa,
aku belum cukup mampu buat ngebahagiain kamu. Itu alasan ku.”
“Lalu,
pacar-pacarmu yang selalu kamu bilang tiap hari itu??”
“Itu
bohong. Karna setelah bertemu kamu, aku belum bisa buka pintu buat orang lain.”
“Bodoh.”
“Kamu
nggak perlu tanya aku lagi, cinta enggak, sayang enggak sama kamu. Atau mau
bagaimana hubungan kita selanjutnya. Cukup kamu tau hari ini. Selama aku masih
disamping kamu, itu artinya aku masih akan seperti ini. Aku nggak akan minta
kamu buat jadi pacar aku, tapi suatu hari nanti kalau kita masih dipertemukan
dan cinta kita masih terjaga, aku jemput kamu untuk jadi istri buat anak-anak
ku nanti. Tetaplah disamping aku La.” Ungkap Indra.
“Lu
nyontek dari mana Ndra??” Celetuk Sheila.
“Ahh
elu udah so sweet gini malah kamu pecahin
dah suasananya. Nggak asik!” Membalikkan badan masuk rumah.
“Kok
aku nggak digandeng suruh masuk juga!!” Teriak Sheila.
“Kagak
usah. Pulang aja sono!!”
"Yaaahh gitu. Anterin ya??"
"Kagak mau. Lu itu tamu tak diundang, jadi pulang aja sono sendiri."
"Tunggu Ndra."
"Ape lagi?"
"Gue tunggu jemputan dari lo di hari yang tepat itu." Dilemparnya senyum manis untuk Indra sebelum Sheila meninggalkan rumah Indra.
2 comments:
kisah ini seirama juga dengan lagu" yang kamu suka dari Sheila On 7 um...
nice story
iyya ni. di balik pembuatan cerpen ini sngt terinspirasi dari lagu-lagu s07
Post a Comment