Paradigma



Ratusan pertanyaan dan ribuan pemikiran yang tak sempat terealisasikan itu masih saja bergelantung memenuhi setiap ruang dan sudut otak ini. Antara fakta, isu dan kebudayaan yang sepertinya sudah salah kaprah namun masih saja bergentayangan yang kerap kali menaburkannya ke bibit-bibit baru. Seharusnya bibit baru yang lahir dijaman yang memang sudah sangat maju ini mendapatkan hal yang lebih maju juga dari sebelumnya. Perkembangan. Menghadirkan bibit yang unggul dan berkualitas. Itu seharusnya. Namun untuk mengubah paradigma tersebut terlampau susah sepertinya. Hal itu butuh kesadaran yang tinggi dari masing-masing individu. Terkadang kita hanya memandang dari satu sisi saja. Sisi dimana sesuatu hal tersebut sedang menjadi tranding topic atau nge-trand. Nah, biasanya orang-orang yang memiliki pemikiran seperti itu yang kurang begitu memikirkan sisi lain dibaliknya. Yang penting mereka dilihat oleh orang sesamanya bahwa mereka sudah OKE.

Tengoklah negara-negara tetangga. Mereka berkembang dengan cepat dan sangat maju. Padahal kita merdeka lebih dahulu daripada mereka. Bangunan dan sistem tatanan negara mereka lebih canggih dan tertata. Sebenarnya kita tak kalah pintar dengan mereka. Negara kita lebih kaya daripada negara mereka. Lautan dan perairan luas, sawah-sawah terbentang, hutan lebat, barang tambang melimpah ruah ditanah yang kita pijak ini. Indonesia kaya sekali bung. Kalau begitu apa yang salah dengan negara kita?? Ialah cara berfikir. Orang-orang dinegara maju berfikir lebih kritis dan mereka akan berusaha mencapai sesuatu yang mereka ingin dengan sungguh-sungguh. Mereka berjuang dengan sangat keras untuk mewujudkannya. Mereka tidak akan berhenti dan menyerah sebelum yang meraka inginkan teraih. Mereka tidak akan puas pada posisi aman.

Dan mereka akan sangat menghargai usaha sekecil apapun. Tapi lihat apa yang terjadi pada kita mengenai arti sebuah menghargai? Mantan seorang pahlawan yang dahulunya ikut berperang hingga akhirnya Indonesia meraih kemerdekaan dan sampai sekarang masih hidup. Lihat mereka. Tidak semuanya dari mereka dapat hidup layak dan terjamin. Lalu, untuk para olahragawan yang pernah mengharumkan nama bangsa. Mereka terlantar. Dan bahkan untuk nasib seseorang yang berprofesi sebagai dosen pun. Mereka memang lulusan dari luar negeri. Mereka menimba ilmu dari negara tetangga yang pernah menjajah kita. Namun setelahnya, mereka lebih memilih untuk menetap, mengganti status kewarganegaraan mereka dinegara tersebut kemudian mereka mengajar dinegeri orang. Mereka memberikan kepintaran ilmu yang mereka punya untuk anak-anak bangsa lain. Untuk para tunas-tunas penerus bangsa. Bukan untuk memintarkan bangsanya sendiri. Terdengar miris sekali mengetahui hal tersebut. Namun sekali lagi alasan mereka karena dinegara tersebut karna mereka lebih dihargai.

Tak semua orang Indonesia seperti itu. Namun kita telah ter-cap seperti itu. Kenapa selalu membandingkan dengan mereka?? Yaa karna mereka layak untuk dibandingkan. Sayangnya kebudayaan kita lebih condong ke hal meniru, bukan menciptakan. Meniru boleh saya asal itu hal yang positif. Meniru disini bukan berarti kita memplagiat karya orang, bukan. Namun lebih ke hal meniru tatanan sikap. Sebelum kita meniru, sebaiknya kita menyaring terlebih dahulu. Mana yang pantas dan patut untuk kita tiru. Jangan lah kita hanya menuruti ego, apa yang kita lihat, apa yang kita ingin, apa yang sedang menjadi topik, dan apa yang kita dengar. Tidak. Kita di anugerahi 2 otak. Otak kanan dan kiri yang bisa kita gunakan untuk mempertimbangkannya. Dan kita memiliki hati nurani yang akan memantapkan kemana langkah kita. Tentunya berdasarkan logika yang tepat.
 
Selanjutnya, saya akan bertanya kepada kalian. Bagaimana kriteria calon suami yang anda inginkan?? Jawablah di dalam hati kalian masing-masing. Semua jawaban dianggap benar.

Ini jawaban saya. Soal pesona wajah itu memang masuk nominasi, namun itu entah urutan keberapa. Mungkin bila dimisalkan saya akan mencari suami, saya akan memilih seperti saya sedang merekrut karyawan. Hhahahaa. Saya akan menyakan “Apa visi dan misi saudara kedepannya?”, “Dengan kemampuan yang anda miliki, berapa % kah anda dapat menyumbangkannya untuk kemajuan perusahaan ini (perusahaan rumah tangga :p)?” atau “Lalu, bilamana anda sudah sukses dengan perusahaan ini dan anda menjadi pemimpin dan orang yang dipercaya, kemudian ada perusahaan lain yang lebih tinggi dan ingin merekrut anda untuk bergabung. Bagaimana sikap anda?” . Ya semacam pertanyaan-pertanyaan perekrutan kerja seperti itu untuk menyakinkan bahwa dia layak atau tidak untuk terpilih. Namun pertanyaan utama yang ada dalam benak saya, adakah yang mau mendaftar dengan urutan tes seperti itu?? Hhahahaa…

Hal yang saya utamakan ada kualitas dari orang tersebut. Bisakah membimbing makmumnya nanti untuk tetap berada dijalan yang benar. Orang yang nantinya akan menjadi teman hidup. Insyaallah. Juga berharap menjadi teman di dunia selanjutnya (Jodoh). Jika hanya dilihat dari pesona wajah, itu akan berubah seiring berjalannya waktu yang akan menuakan dan mengkeriputkan kulit-kulitnya. Dan jika hanya ia seseorang yang berkantong tebal, suatu saat nanti Allah akan membalikan nasibnya dibawah. Karena roda kehidupan itu akan selalu berputar. Ada saatnya kita diatas, dan ada kalanya kita dibawah. Namun jika memilih dari sudut pandang pemikiran. Itu akan susah untuk berubah.

Pernah suatu ketika saya  melihat lelaki yang bila dilihat dengan kasat mata, mungkin anda bisa langsung jatuh cinta. Dari segi pesona wajah dan postur tubuh mendukung. Dari segi materi bisa dilihat kalau dia orang berpunya. Tapi ketika melihat etika dan kelakuannya yang tak sopan dan seperti tak terdidik, pandangan saya yang semula 99% menurun menjadi 5%. Kita sisakan saja 5%. Kasian. Ckckckck,,
Itu menurut paradigma saya. Untuk kalian silahkan gunakan paradigma masing-masing mengenai hal itu. Sekian,,

No comments: